Rabu, 17 September 2008

Jadilah Konsumen yang Cerdas dan Kritis akan Hak-Haknya

Sejatinya UU Perlindungan Konsumen menjamin perlindungan akan keberadaan konsumen dalam memperjuangkan hak-haknya namun seringkali di Indonesia konsumen masih jauh dari terlindungi. Hampir setiap hari kita temui adanya keluhan/pengaduan dalam transaksi properti yang ada di media massa. Pengaduan tidak hanya sebatas masalah-masalah klasik seperti spesifikasi rumah tidak sesuai janji dan penyerahan rumah serta proses penyelesaian dokumen yang terlambat tetapi sampai ke persoalan tata ruang perumahan. Sering kita temui developer memasarkan proyek perumahan dilokasi yang jelas-jelas akan dilalui jaringan infrastruktur seperti pipa gas dan jalan tol. Namun, pihak Pemeritahan Daerah (Pemda) dengan tanpa rasa bersalah tetap menerbitkan IMB-nya. Akibatnya, ketika infrastruktur tersebut dibangun timbul masalah yaitu dengan tergusurnya perumahan yang dilalui jalan tol atau pipa gas. Contoh nyata akan tergusurnya perumahan adalah disekitar kawasan Cibubur dan Depok yang baru dibeli 4 – 5 tahun yang lalu.

Selain harus memcermati keabsahan legalitas, klausul perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) atau Akta Jual Beli (AJB) dan dokumen lainnya, hendaknya konsumen perlu mencermati kewajiban developer dalam kepemilikan izin lokasi biasanya disebut Surat Izin Penunjukan Peruntukan Tanah – SIPPT yang isinya berkenaan dangan Hak dan Kewajiban Developer, Master Plan dan Site Plan perumahan melalui pengecekan langsung ke Dinas Tata Kota Pemda setempat untuk memastikan rumah tidak tergusur proyek infrastuktur tersebut paling tidak sampai HGB-nya selesai.

Khusus berkaitan SIPPT yang berisikan Hak dan Kewajiban tersebut, Hak yang dimaksud adalah hak developer untuk membebaskan/membeli tanah, membangun/mengelola dan untuk mengalihkan atau menjual rumah-rumah yang telah dibangunnya, sedangkan kewajiban developer adalah menyediakan dan atau menyerahkan kepada Pemda setempat berupa fasilitas umum (fasum), fasilitas sosial (fasos) termasuk didalamnya tempat ibadah, dan prasarana lingkungan seperti saluran air dan jalan. Sedangkan jenis dan besaran/jumlah fasilitas-fasilitas tersebut tergantung dengan besar-kecilnya proyek perumahan yang disesuaikan dengan rasio jumlah penduduk diperumahan tersebut.

Terkait dengan penyediaan fasum dan fasos tersebut merupakan bagian dari kewajiban izin lokasi yang diberkan maka developer yang tidak melaksanakannya/wanprestasi dapat dikenakan sanksi oleh Pemda berupa sanksi administratif yaitu penghentian pelayanan kepada developer sehingga mampu menyulitkan bahkan menghentikan untuk mendapatkan perizinan yang diperlukan lainnya. Sanksi lainnya bisa berupa tindakan hukum seperti penghentian kegiatan atau penyegelan lokasi proyek perumahan. Namun, perlu digarisbawahi bahwa kesemuanya itu tergantung dari keseriusan Pemda dalam membela konsumen (rakyat).

Ada beberapa langkah taktis dan efisien bila didapati adanya developer lalai dalam menyediakan fasilitas-fasilitas tersebut yaitu:

- Dapatkan fotokopi izin lokasi dari Pemda setempat terlebih dahulu agar dapat dipastikan fasilitas apa saja yang menjadi kewajiban developer. Apakah sudah atau belum dikompensasikan artinya direlokasi atau diganti dengan uang. Jika sudah, berarti kewajiban telah terpenuhi.

- Ajukan komplain secara lisan dan tertulis kepada developer dan pastikan developer menerimanya dan adakan musyawarah terlebih dahulu. Namun, jika tidak ditanggapi maka pertama, laporkan dan desak Pemda melalui pengaduan ke DPRD setempat agar mereka memanggil dan menuntut developer untuk merealisasikan kewajiban-kewajibanya. Kalau perlu ekspos ke media massa baik daerah maupun nasional sekaligus meminta asosiasi developer, kedua sampaikan kasusnya ke Badan Penyelesaikan Sengketa Konsumen (BPSK) atau Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) atau Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Direktorat Perlindungan Konsumen-Ditjen Perdagangan Dalam Negeri-Departemen Perdagangan, ketiga gugat secara hukum dengan membawa persoalan ke Pengadilan apabila semua langkah diatas mengalami kebuntuan.

Dari semua hal tersebut diatas, keberanian konsumen untuk mengadukan dan menggugat adalah tindakan nyata yang sangat diperlukan. Percuma, kalau mengetahui langkah-langkah menghadapi kelalaian dan ketidakbecusan developer tanpa adanya tindakan konkret. Jadilah konsumen yang cerdas, berani dan kritis terhadap hak-hak yang seharusnya diterima. Ubah budaya permisif yang menghinggapi masyarakat Indonesia pada umumnya menjadi budaya kritis yang positif.

Salam,
-Delta 6-

14 komentar:

Anonim mengatakan...

jadi di GIK yang kurang cerdas dan kritis konsumennya apa pengembangnya yang bandel?
hehehehe....

Anonim mengatakan...

coba tanyaken pada rumput yg bergoyang.....ihiks..ihiks...

Anonim mengatakan...

Hayu kita satukan nyali melawan kekurangan fasos fasum dll ke pengembang. jangan tunggu komando dan pasif. itu hak kita bersama, toh kewajiban kita sdh dijalankan. Lihat, Lapor, Lawan !!!

Pujo Priyambodo mengatakan...

Menagih janji tidaklah salah, mari tagih apa yang pernah pihak pengembang janjikan. antaralain ya Pengadaan Mushallah yang ada dilingkungan kita.

Anonim mengatakan...

Filsafah Sapu Lidi: kalo cuma segelintir sih gk mempan... kita bombardir rame222...

Anonim mengatakan...

Smoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa Andi CS. Amin.

Anonim mengatakan...

yaah... sebelum mendapatkan pngadilan yg seadil-adilnya di Akhirat... gk ada salahnya kan pengembang merasakan pengadilan negeri dulu... setuju???

Anonim mengatakan...

lebih baik diam seribu bahasa dari pada bicara tanpa rasa.... sayah setuju deh ke PN...

Anonim mengatakan...

kita rencanakan dan koordinasikan kapan waktunya mengundang atau temui pengembang langsung untuk menayakan fasum/fasos yang belum dibangun. hal yag terpenting adalah mampu menumbuhkan kesadaran diri bahwa pada masing2 penghuni punya hak meminta dipenuhi fasum/fasos yg belum ada sehingga akan memudahkan dalam koordinasinya.

Anonim mengatakan...

Untuk sementara kita hanya bisa memonitor kelanjutan pekerjaan yang dilakukan oleh pengembang..karena pengembang sudah tidak mempunyai itikad baik untuk ditemui dan tidak mau dikritisi. salah satu cara yang efektif adalah kita harus mengadukan masalah ini langsung ke Pemkot Depok dalam hal ini walikotanya..Pemkotlah yang menjadi mediator..namun semua tergantung warga GIK, karena kita sangat butuh kekompakan,kebersamaan, persamaan persepsi,dan tentunya kesadaran diri kita untuk selalu berbuat untuk kemajuan perumahan Griya Insani Kukusan ini...ALLAAAHHU AKBAR!!!

Asmara21 mengatakan...

Pak ketua bikin serangan fajar nih???

Anonim mengatakan...

mas moderator, tolong sampaikan alamat blog ini ke Azto cs dong...

griya insani kukusan mengatakan...

sepertinya sudah disampaikan oleh Pak ketua FSW-GIK :)

David Pangemanan mengatakan...

MENGGUGAT PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi
dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berdasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan
mestinya berhak mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" dan menelanjangi kebusukan peradilan ini.
Siapa yang akan mulai??

David
HP. (0274)9345675