Minggu, 05 April 2009

Nafsu Ingin Menjadi Pemimpin

“Kalian akan berebut untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal kekuasaan itu adalah penyesalan di hari Kiamat, nikmat di awal dan pahit di ujung. (Riwayat Imam Bukhori).
Perbedaan zaman Salafus-sholeh yang paling kentara dengan zaman sekarang, salah satunya dalam ambisi kepemimpinan. Dulu, khususnya zaman sahabat, mereka saling bertolak-tolakan untuk menjadi pemimpin.
Abu Bakar Shiddiq diriwayatkan, sebelum diminta menjadi Khalifah menggantikan Rasulullah mengusulkan agar Umar yang menjadi Khalifah. Alasan beliau karena Umar adalah seorang yang kuat.
Tetapi Umar menolak, dengan mengatakan, kekuatanku akan berfungsi dengan keutamaan yang ada padamu. Lalu Umar membai’ah Abu Bakar dan diikuti oleh sahabat-sahabat lain dari Muhajirin dan Anshor.
Dari dialog ini dapat kita pahami bahwa generasi awal Islam, yang terbaik itu, memandang jabatan seperti momok yang menakutkan. Mereka berusaha untuk menghindarinya selama masih mungkin. Tapi di zaman ini, keadaannya sudah berubah jauh.
Orang saling berlomba untuk menjadi pemimpin. Jabatan sudah menjadi tujuan hidup orang banyak. Semua tokoh yang sedang bertarung mengatakan, jika diminta oleh rakyat, saya siap maju. Inilah basa basi mereka. Entah rakyat mana yang meminta dia maju jadi pemimpin. Sebuah kedustaan yang dipakai untuk menutupi ambisi menjadi pemimpin.
Keberatan para Sahabat dulu untuk menjadi pemimpin, dikarenakan mereka mengetahui konsekuensi dan resiko menjadi pemimpin. Mereka mendengar hadits-hadits Nabi Saw tentang tanggung jawab pemimpin di dunia dan di akhirat. "Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya. Imam (kepala negara) adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawabannya atas kepemimpinannya...".
Dalam hadits yang lain Nabi Muhammad Saw memprediksi hiruk pikuk di akhir zaman soal kekuasaan dan menjelaskan hakikat dari kekuasaan itu. Beliau bersabda seperti dilaporkan oleh Abu Hurairah :
“Kalian akan berebut untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal kekuasaan itu adalah penyesalan di hari Kiamat, nikmat di awal dan pahit di ujung. (Riwayat Imam Bukhori).
Juga Rasulullah Saw memperingatkan mereka yang sedang berkuasa yang lari dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan rakyat dan tidak bekerja untuk kepentingan rakyatnya, dengan sabda beliau : “Siapa yang diberikan Allah kekuasaan mengurus urusan kaum Muslimin, kemudian ia tidak melayani mereka dan keperluan mereka, maka Allah tidak akan memenuhi kebutuhannya.” (Riwayat Abu Daud).
Dan dalam riwayat at-Tirmizi disebutkan : “Tidak ada seorang pemimpin yang menutup pintunya dari orang-orang yang memerlukannya dan orang fakir miskin, melainkan Allah juga akan menutup pintu langit dari kebutuhannya dan kemiskinannya.”
Hadits-hadits yang ada lebih banyak menggambarkan pahitnya menjadi pemimpin ketimbang manisnya. Sedang mereka adalah generasi yang lebih mengutamakan kesenangan ukhrowi daripada kenikmatan duniawi. Itulah yang dapat ditangkap dari keberatan mereka.
Sementara orang yang hidup di zaman ini berfikir terbalik. Yang mereka kejar adalah kesenangan duniawi yang didapat melalui jabatan dan kekuasaan. Mereka lupa dengan pertanggung jawaban di hari Kiamat itu. Mereka tidak segan-segan bermanuver dan merekayasa untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan itu.
Kadangkala cara yang dipakai sudah hampir sama dengan cara kaum kuffar atau kaum sekuler, menghancurkan nilai-nilai akhlak Islam yang sangat fundamental; mencari dan mengumpulkan kelemahan lawan politik dan pada waktunya aib-aib itu dibeberkan untuk mengganjal jalan kompetitornya.
Ada pula yang mengumpulkan dana dengan cara-cara yang tak pantas dan tak bermoral. Mendukung calon kepala daerah dalam pilkada dari partai mana saja, asal dengan imbalan materi dengan menyerahkan uang yang besar. Terserah orang itu menang atau kalah nanti, tak begitu penting, yang penting uangnya sudah didapat.
Para pemburu kekuasaan itu beralasan, jika kepemimpinan itu tidak direbut, maka ia akan dipegang oleh orang-orang Fasik dan tangan tak Amanah, yang akan menyebarkan kemungkaran dan maksiat. Tapi jika ia dipegang oleh orang soleh dan beriman, akan dapat mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat luas. Alasan ini memang indah kedengaran.
Namun kenyataannya, semua yang berebut jabatan mengklaim bahwa ia lebih baik dari yang sedang memimpin. Dan tidak ada yang dapat memberi jaminan bahwa jika ia memimpin, keadaan akan menjadi lebih baik.
Bahkan rata-rata orang pandai berteriak sebelum menjadi pemimpin, tetapi setelah masuk ke dalam sistem, mereka tak bisa berbuat banyak. Akhirnya mengikuti gaya orang sekuler. Yang mencoba bertahan dengan idealisme, mendapat serangan dan kecaman dari berbagai pihak, lalu akhirnya menyerah kepada keadaan.
Berapa banyak mantan aktifis mahasiswa yang sebelumnya kritis dan berdemo menentang rezim masa lalu, tetapi sesudah masuk ke dalam sistem, tidak bisa merubah apa-apa, bahkan menggunakan cara-cara yang dipakai oleh rezim sebelumnya, memanfaatkan jabatan untuk menimbun uang dan kekayaan.
Kemudian merekapun menyiapkan alasan-alasan pembelaan; antara lain, merubah sesuatu tak bisa sekejap mata, tetapi harus bertahap, menilai sesuatu tak boleh hitam-putih, apa yang ada sekarang sudah lebih baik dari masa sebelumnya.
Keadaan seperti ini semakin memperkuat keyakinan sebagian orang, bahwa memperbaiki sistem tidak harus masuk terjun ke dalam sistem itu. Bahkan tak mungkin melakukan perubahan selama kita ada di dalam. Sebuah logika terbalik dari slogan yang digembar gemborkan pihak lain, yang kalau mau merubah sistem, harus terjun ke dalam sistem itu. Ternyata kebanyakan yang pernah terjun ke dalam sistem, tidak mampu merubah kerusakan yang ada. Bukan sekedar tak mampu membersihkan, justru ikut terkena kotoran.
Memang ada sebagian yang masuk ke dalam sistem dengan cara yang sah, lalu berjuang di dalamnya dengan penuh resiko, mencoba melakukan perubahan dan bertahan dengan prinsip-prinsip yang dipegangnya. Mereka ini biasanya kalau tak tersingkir, dimusuhi atau makan hati.
Gerakan Islam sebenarnya lebih besar dari sekadar Partai Politik yang dibatasi oleh aturan-aturan formal, aturan main, dan bahkan ideologi kebangsaan. Gerakan Islam berjuang untuk jangka waktu yang tak terbatas, hingga Islam itu tegak berdiri dengan kokoh. Lingkup kerjanya juga tidak hanya menyangkut soal-soal politik.
Ketika gerakan Islam menjadi partai politik, sebenarnya ia sedang dipasung dan dihadapkan pada agenda kacangan yang didiktekan kepadanya yang bukan menjadi agenda utamanya. Bahkan kesibukannya mengurusi soal-soal politik hanyalah pembelokan dari target utama dan juga pemborosan energi yang tak setimpal dengan hasil yang dicapainya. Ibarat membayar dengan harga emas untuk membeli besi.
Betapa sayangnya seorang yang sudah tiga puluh tahun malang melintang dalam gerakan Islam, ujung-ujungnya hanya menjadi tukang lobi kesana-kemari untuk memperjuangkan kursi alias kekuasaan. Sungguh menyedihkan. Yang diperjuangkan oleh gerakan Islam adalah sebuah agenda besar yang mendunia (Ustaziyyatul ‘Alam), bukan agenda lokal dan sektor sempit dan terbatas.
Lalu di sini mungkin pertanyaan akan muncul, apakah urusan lokal yang berujung pada kemaslahtan ummat Islam itu diabaikan? Jawabannya jelas tidak. Akan tetapi biarlah masalah-masalah lokal dan sektoral itu diurusi oleh anak-anak ummat yang mempunyai kualitas lokal.
Adapun gerakan Islam yang sudah mendunia haruslah bekerja sesuai dengan kapasitasnya. Tak pantas pemuda-pemuda gerakan diminta mengurus pilkada, pemilu, menempel-nempel poster, apalagi bertarung dengan orang-orang yang tak sekapasitas dengannya.
Gerakan Islam sekali lagi harusnya mengurusi hal-hal yang lebih besar, lebih strategis, yakni pembinaan ummat, membangun generasi intelek dan beriman, mengarahkan pemikiran ummat kepada cara berpikir yang Islami setelah mengalami degradasi. Anak-anak gerakan yang tak naik kelas bolehlah dipersilahkan terjun ke dunia politik praktis. Karena sampai di situlah mungkin batas kemampuannya.
Ada hikmahnya kenapa Allah swt tidak mengizinkan gerakan Islam di negeri induknya berkecimpung dalam politik praktis secara besar-besaran. Karena hal itu akan membuat mereka lalai dari perjuangan utama. Target utamanya bukan untuk mendapat kursi Perdana Menteri, atau bahkan Presiden sekalipun, tetapi untuk menjadi qiyadah fikriyah bagi pergerakan Islam sedunia.
Andaikan peluang lokal itu terbuka, niscaya mereka akan sibuk dengan masalah-masalah parsial di lapangan sementara tugas mereka jauh lebih kompleks dari membenahi sebuah negara yang masyarakatnya sudah rusak secara ideologis, moral dan perasaan.
Tugas Gerakan Islam lebih besar dari membersihkan korupsi, ketimpangan ekonomi, ketidak merataan pembangunan. Tugas mereka adalah mengembalikan penyembahan kepada Allah setelah mengalami degradasi dengan menuhankan manusia dan Tuhan-tuhan lainnya. (Ikhrojun Naas min Ibadatil Ibad ilaa Ibadatil Robbil Ibaad).

17 komentar:

ketua FSW-GIK mengatakan...

sudah sangat dipastikan dari partai manapun akhiranya pasti ingin berkuasa.

semua pasti mengatasnamakan rakyat dan umat, mungkin kita akan lebih arif untuk memilih dari hasil referensi pemilu kemarin...

DAN TERBUKTIKAN :

yang menurut saya SEMUA SAMA SAJa!!!

dari partai gurem, sampai kakap SAMA SAJA...!!!

Dari yang mengatasnamakan umat sampai rakyat ....SAMA SAJA!!!

SEMUA SAMA!!! bahkan caleg-caleg dari partai manapun mengambil kesempatan dan kesempitan untuk memperkenalkan diri di forum-forum apapun yang mereka anggap sebagai ajang perkenalan diri tapi akhirannya...jangan lupa yah contreng saya no sekian dari partai itu....yah sama aja itu seh.. kalau memang ingin berbuat demi umat dan rakyat kenapa tidak dari dulu saja tanpa embel-embel kepartaian dan pribadi....

Anonim mengatakan...

wah, kemaren ada kampanye ya di rumah pak ketua..hehehe.

asyik pak ketua mau jadi caleg partai itu

Anonim mengatakan...

iye neh,aku mau caleg partai mendambakan surga..boleh ga yeh mengundurkan diri dr Ketu FSW gik ...hehehe..kamil neh mas to2..hehehe

Anonim mengatakan...

tumben sepi...tarik mang...

Anonim mengatakan...

silahkan teriak biar rame...betulkah ada kabar di gik mau dijadikan TPS

Pujo Priyambodo mengatakan...

Alhamdulillah, telah merespon dari apa yang telah kita dukung kegiatan dari Rumah Zakat, Ybs telah menyampaikan melalui link e-mail kesaya. silahkan bisa mampir dikomen "Tsunami ditengah kota" dan juga mengucapkan juga atas dukungannya. Trim's

Pujo Priyambodo mengatakan...

Ikut komen nich..Siapa sich orangnya yang tidak bernafsu ingin menjadi pemimpin?... dari yang berambisi sampai yang malu-malu tapi mau ada semua. dari memimpin menjadi kep.Keluarga sampai Negara, hanya saja kita perlu bersikap mengenai memilih seorang Pemimpin. seperti Hadist yang ada kisah diatas sahabat Rasul, tentunya musti kita PINTAR memilih seorang unt memimpin, membebani seseorang unt memimpin sebuah Ummat atw bangsa tentunya sebuah beban yang dipikul Dunia-Akhirat. Karena itu kembali lagi kepada kita yang memilihnya, masalah Amanah dan tidaknya seorang pemimpin kitalah yang menentukan. Jadilah pemilih yang cerdas, memilih seorang pemimpin adalah wajib hukumnya ( Hadist ).

Anonim mengatakan...

siapa sich yang tidak bernafsu ingin menjadi pemimpin?
kalau kepala keluarga yah sudah kewajiban.
pasti ada!! seorang pemimpin yang tidak berambisi untuk memimpin, kerena sistem untuk menjadi pemimpin dinegeri ini seperti itu,jadi yah tentu pasti berambisi semua!!!
semua partai yang ikut pastilah punya ambisi untuk berkuasa.
tapi disayangkan yang kita pilih orang yang tidak cerdas...justru pemilihnya yang cerdas jadi tidak asal pilih dan memilih...

Anonim mengatakan...

dulu jaman mbak mega (partai wong cilik) ..semua di jual...(indosat, BUMN2)...kalau jama mas SBY,...yang di jual lebih parah lagi SDA (sumber daya Alam)...semua fraksi di gedung DPR menyetujuinya...Undang-undang Penanaman modal asing 100% dan menguasai SDA 100 tahun di setujui oleh All patai di parlement...

kalau nanti apa lagi ya yang mau di jual...
mudah2an bukan harga diri ..

HIDUP GOLPUT..
JANJI PARPOL = JANJI PENGEMBANG GIK = PALSU

toto nih pak kamil

Pujo Priyambodo mengatakan...

Please, Jangan Golput Deh...!
Mari, hindari saling caci; hindari saling ejek atau saling menyalahkan! Kebenaran hanya milik Allah. Al-haqqu min robbika...! Mari berjuang di medan garapan masing-masing, jangan saling menjatuhkan atau menyalahkan. Mari cermati hadits di atas: umat Islam tidak akan kalah oleh serangan musuh dan penyakit, tapi akan binasa akibat SALING CACI, saling menjatuhkan, di antara umat Islam sendiri.

Kalau tidak salah, dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, Rasulullah Saw menegaskan: beliau berdoa tiga hal: 1. Agar umat Islam tidak binasa karena serangan musuh. 2. Umat Islam tidak binasa karena wabah penyakit. 3. Umat Islam bersatu. Sabda Rasul, Allah Swt mengabulkan dua permohonan pertama dan "membiarkan" yang ketiga. Tegasnya, "Umat Islam tidak akan binasa karena serangan musuh dan wabah penyakit, hingga mereka sendiri saling caci".

Jelas, berdasarkan hadits tersebut, sumber kekalahan umat adalah "saling caci" antar sesama umat sendiri. Alih-alih saling mendukung, bahu-membahu, layaknya satu tubuh (kaljasadil wahid), layaknya satu bangunan (kal bunyan) yang saling menguatkan, kini umat Islam, sesama aktivis Islam/mujahid dakwah, justru saling menyalahkan dan merasa paling benar. Ingat, saudaraku.... kalau kita merasa paling benar, kita bisa jatuh ke jurang kemusyrikan! Na'udzubillah....!!! Astaghfirullah....!!!

So, mari dukung parpol Islam yang berjuang di jalur politik demi merebut kekuasaan di negeri ini --memudahkan perubahan sistem kufur jika umat menguasai parlemen/pemerintahan. Mari, kita dukung mujahid pejuang penegak Khilafah! mari, kita dukung juga pejuang mujahid pelurus akidah-ibadah sesuai dengan Sunnah!

Mari, hindari saling caci; hindari saling ejek atau saling menyalahkan! Kebenaran hanya milik Allah. Al-haqqu min robbika...! Mari berjuang di medan garapan masing-masing, jangan saling menjatuhkan atau menyalahkan. Mari cermati hadits di atas: umat Islam tidak akan kalah oleh serangan musuh dan penyakit, tapi akan binasa akibat SALING CACI, saling menjatuhkan, di antara umat Islam sendiri.

Dengan kaum kafir saja kita diperintahkan "Lakum diinukum waliya diin...". Masak dengan sesama Muslim, seakidah, sama-sama menyembah Allah SWT, sama-sama kitab sucinya Al-Quran, sama-sama Nabinya Muhammad Saw, kita tidak bisa saling menghargai dan "kompak". Menegakkan ukhuwah hukumnya wajib! Jika kita merusak ukhuwah dengan saling caci dan menyalahkan, serta merasa paling benar....?

Ya Allah, jangan-jangan saya pun sudah mencari saudara saya yang saling mencaci.... Astaghfirullah....!!

Allahumma arinal haqqa haqqa, warzuqnat tibaa'ah; wa arinal baathila baathila, warzuqnaj-tinabah.... Amin...!

NB: Salah seorang Ketua MUI Jabar mensinyalir, gerakan Golput sengaja dikompori dan dihembuskan agar umat Islam tidak menyalurkan suaranya ke parpol Islam, agar parpol "mereka" menang besar. So, bisa jadi, Golput justru menguntungkan "mereka". Wallahu a'lam...!

Anonim mengatakan...

justru itu pa,parpol islam di satukan,justru dari parpol nya pa yg tidak benar, jangan membawa-bawa agama dalam berpolitik praktis..coba liat pa dari pemilu kemarin,coba tengok pa pemilihan pemilihan kepala daerah.umat sudah pintar pa untuk memilih dan tidak memilih,jangan membuat isu dari ormas,kalau tidak terbukti kan malah jadi sesat dan menyesatkan..ini pa yang menjadi tidak benar.

Anonim mengatakan...

sekali GOLPUT tetap GOLPUT...buat apa nyotreng partai yang katanya berbasis islam tapi orangnya tidak amanah dan tidak menunjukan dia seorang muslim...


hidup GOLPUT...itu pilihan tepat..
hak pribadi atas putusan GOLPUT.

toto "GOLPUT' neh om kamil

Anonim mengatakan...

Partai hanya kendaraan, Politik hanya trik kerja. masalah apatis karena kecewa itu hanya masalah nafsi-nafsi atw golput. tentunya jika tidak memilih hanya bisa sebagai penonton seperti pertandingan sepak bola. Walaupun bisa berteriak-teriak hanya bisa diluar lapangan, namun tidak didengar wasit lapangan. "Mau jadi penonton atw pemain dalam perbaikan bangsa ini" ( Lebih Jantan Dengan Inisial...Pa') he..he..he...

Anonim mengatakan...

Hari gini masih ngomongin partai yang bener, mana ada?. caleg yang bener mana ada?.... kalo ada yang bener pilih Presiden yang sudah bikin bangsa ini makmur... beras murah, angkutan murah, serba murah.. tidak ada gembel, kerjaan gampang, semua serba kecukupan, apa-apa serba enak..kerja ga perlu lembur, tiap malem maen pimpong... semuanya ditanggung pemerintah. jadi ga perlu Ibadah, untuk apa lha wong semuanya sudah tercukupi ga perlu rumah ibadah cuma biin sempit aja. punya rumah banyak istri apa lagi minimal 3. bagaimana kalo kita bikin partai seperti ini?... baru kita dukung...

Anonim mengatakan...

wah..ngomongin politik nih...muanteb...tp bagaimanapun yg golput kek, yg nyontreng,ya milih atau ga milih ntu harus kita hormati..itukan keputusan pribadi seseorang,kalo seseorang merasa semua parpol ga bener,ya kita hormati karena dia ga milih atau nyontreng smua,atau sebaliknya ada yg merasa kendaraan porpol,simpatisan n kader merasa parpol itu bener ya kita hormati jg..YANG PENTING JANGAN MENGHASUT, MEMFITNAH,BUAT ISU GA BENER..mau jadi penonton atau seporter,simpatisan,kader ya kudu kita hormati karena negara kita adalah negara multi kebhinekaan...kebhinekaan negara kita itu adalah bagian kekayaan negeri ini..nah tinggal bagaimana kita memanfaatkannya dan mengelolanya..perlu proses pembelajaran dari SDM-SDMnya..kalo SDM-SDM nya saling mencaci maki,mencari kambing hitam,tuding sana tuding sini..ya tinggal nunggu kehancuran bangsa ini saja..gitu aja ko repot! Hehehe maaf gus nyomot omongannya..maaf juga pemirsa kaga pake idetitas nih,pake hp susah loadingnya yg pasti saya kamil bapak/ibu..

Anonim mengatakan...

pake identitas yang benr pak biar jantan


huahahahahhaha

Anonim mengatakan...

jantan..ayam kali..bertoto eh berkokok..hahaha hehehe a18